Minggu, 18 September 2011

Laksamana CHENG HO ( Muhammad Siddiq )




     Dikisahkan perjalanan hidup sang laksamana Admiral Zheng He sejak lahir
sekitar tahun 1370 Masehi hingga wafat di tahun 1432. Cheng Ho yang nama
aslinya adalah *Ma He* – dalam Bahasa Arab adalah *Muhammad Siddiq* – lahir
dari keluarga Cina Muslim kebanyakan di Provinsi Yunnan, dekat perbatasan
Vietnam sekarang ini. Ayahnya yang bernama Ma Hazi atau Haji Ma adalah
pemuka sebuah kampung. Dalam situasi yang bergolak Ma Hazi didaulat oleh
penduduk sekitar untuk memimpin perlawanan terhadap Kaisar Ming yang kedua,
dan beliau tewas dalam sebuah pertempuran. Ma He kecil, sangat sedih dengan
kematian ayahnya dan sangat prihatin dengan ibu dan dua adik perempuannya
yang ditawan dan akan dibunuh. Sebab itulah, dia merelakan dirinya untuk
dikebiri, dengan imbalan ibu dan dua adiknya dibebaskan. Jendral Poh Yu Te
yang memimpin pasukan Ming di Yunan, memenuhi permintaan Ma He. Dia dikebiri
dan harus ikut menjadi abdi dalem istana. Ibu dan adik-adiknya dibebaskan.


Ma He yang taat menjalankan agama Islam dikenal sebagai kasim – sebutan bagi
orang yang dikebiri – yang sangat rajin belajar dan berdisiplin tinggi.
Berbeda dengan ayahnya yang berperang melawan Ming, Ma He ikut milisi untuk
membela Ming. Karena prestasinya, dia diangkat menjadi pembantu terdekat
Pangeran Ming Chui Ti, dan pindah ke sebuah puri – yang belakangan menjadi
Kota Terlarang – di kota Beijing. Sejarawan China menyebutkan Ma He sering
datang ke Mesjid Niuw Che, mesjid tertua di Beijing yang dibangun oleh dua
imam dari Persia yang menyebarkan agama Islam ke China pada abad ke IX
Masehi. Mesjid Niew Che yang masih ada sampai sekarang dan menjadi mesjid
antik bergaya kelenteng adalah mesjid yang dilindungi oleh Pemerintah China,
dan dijadikan sebagai monumen Islam di Negeri Tiongkok.  Jum’at di mesjid ini 
khutbah dan pengajiannya dilaksanakan dalam Bahasa Mandarin.


[image: IMG_2929][image: IMG_2784]Di Beijing Cheng Ho akhirnya menjadi
penasehat Pangeran Ming Chui Ti yang suatu ketika menjadi sangat marah,
karena ayahnya menunjuk cucunya –yakni putra dari pangeran pertama yang
wafat — menjadi kaisar. Ming Chui Ti adalah pangeran kedua yang menurut
tradisi China akan menjadi kaisar jika pangeran pertama meninggal lebih
dahulu. Kaisar baru, Chu Yu Wen, yang masih muda, ternyata banyak melakukan
kekejaman, yang membuat Pangeran Ming Chui Ti tambah marah, sehingga
akhirnya dia memberontak melawan Kaisar. Dia menunjuk Ma He sebagai panglima
perang dan mempimpin penyerbuan dari Beijing ke Nanjing yang ketika itu
menjadi ibukota Kekaisaran Ming. Menurut sejarawan China, jarak antara
Beijing dengan Nanjing waktu itu dapat ditempuh dengan kuda yang berlari
kencang selama 23 hari perjalanan. Dalam sejarahnya, Ma He memimpin 30 ribu
pasukan menggempur Beijing selama tiga tahun, sampai akhirnya mereka
memenangkan pertempuran. Pangeran Ming Chui Ti akhirnya berhasil merebut
tahta. Dalam sejarah China, Ming Chui Ti dikenal dengan julukan Kaisar Yong
Le atau Yung Lo, yakni kaisar terbesar dalam sejarah China. Ma He yang
kemudian diberi marga baru Zheng atau Cheng– yang akhirnya memakai nama
Zheng He atau Cheng Ho – praktis menjadi orang kedua di kekaisaran Ming.
Ketika ibukota Ming pindah dari Nanjing ke Beijing dan membangun Forbidden
City sekarang ini, maka Kaisar Yong Le mengendalikan pemerintahan dari
Beijing dan Cheng Ho mengendalikan pemerintahan dari Najing sebagai wakil
Kaisar. Peristiwa ini terjadi menjelang akhir hayat Kaisar Yong Le, setelah
Cheng Ho kembali dari pelayaran yang ketujuh menjelajahi pantai timur benua
Afrika.[image: IMG_2937]


Mengapa Cheng Ho berlayar mengarungi samudera luas sampai ke benua Afrika
itu? Setelah Pangeran Ming Chui Ti merebut takhta, dia dan Cheng Ho masih
memerlukan waktu beberapa tahun untuk menyatukan dan membangun ekonomi
Tiongkok. Setelah semuanya berjalan, Kaisar bertanya kepada Cheng Ho, apa
lagi yang harus mereka kerjakan. Cheng Ho menjawab, inilah saatnya kita
membangun perdamaian dunia dan menjadikan Tiongkok sebagai pemimpin dunia.
Untuk mencapai rencana itu, Cheng Ho mengusulkan agar Kekisaran Ming
membangun armada angkatan laut yang besar dan kuat agar mereka dapat
menjelajah dunia dalam membangun persahabatan, perdamaian dan kerjasama
dengan bangsa-bangsa lain. Walaupun rencana ini ditentang oleh Menteri
Keuangan Liu Taxia dan beberapa jenderal, namun Kaisar setuju. Kaisar
memutuskan menunjuk Cheng Ho menjadi laksamana yang memimpin angkatan laut
kekaisaran dengan misi membangun perdamaian dan menyelesaikan konflik di
seluruh dunia. Sejak itu, Cheng Ho berubah dari panglima angkatan darat,
menjadi panglima angkatan laut.


Enam tahun lamanya Cheng Ho membangun 320 armada dan merekrut 28.000
prajurit angkatan laut dan melatih mereka. Setelah semuanya siap, sebelum
berlayar, Cheng Ho sengaja datang berziarah ke makam Saad bin Abi Waqqash –
salah seorang sahabat Nabi Muhammad S.a.w yang ikut ke hijrah ke Negeri
Habsyi dan wafat di Tiongkok — di Guang Zhou. Cheng Ho mungkin ingin
mengenang sahabat Rasulullah itu karena beliau adalah salah seorang sahabat
dekat Rasulullah yang berlayar begitu jauh dari Habsyi – Ethiopia sekarang
ini – menuju daratan Tiongkok. Peristiwa itu terjadi sebelum Rasulullah
hijrah ke Madinah. Kisah tentang Saad bin Abi Waqqash ini mengindikasikan
bahwa Islam telah disebarkan di Tiongkok pada saat Rasulullah S.a.w masih
hidup. Walaupun makam Saad sampai sekarang masih misterius. Sebagian
sejarawan mengatakan Saad kembali bergabung dengan Rasulullah di Madinah,
namun sebagiannya lagi mengatakan tidak. Saad tak sempat ikut hijrah ke
Madinah, sampai beliau wafat tetap berada di Guang Zhou.[image: Cheng Ho
Jump 023][image: Cheng Ho Jump 018]


Dalam sejarahnya, Laksamana Cheng Ho memimpin delapan kali missi muhibah
pelayaran mengunjungi banyak negara di zaman itu. Dia sama sekali tak ingin
menggunakan kekuatan militer untuk memaksa negara lain mengikuti kemauannya.
Cheng Ho bersikap persuasif mengajak negara-negara lain untuk menyelesaikan
konflik secara damai. Dia berusaha mendamaikan antara Majapahit dengan
Blambangan, antara Ayuttaya dengan Swarnabhumi, antara Majapahit dengan
Melaka dan membantu banyak negara dengan bantuan teknis militer,
perdagangan, industri, pertanian dan kesehatan. Cheng Ho juga membawa misi
mengamankan laut, khususnya Selat Malaka, agar alur pelayaran timur dan
barat dapat berjalan dengan lancar. Untuk itulah dia membantu Melaka
membangun pangkalan angkatan laut, melatih militer Melaka dan menampatkan
sekitar 600 penasehat militer di Bandar Melaka. Cheng Ho berhasil meyakinkan
Melaka, bahwa Dinasti Ming dari Tiongkok takkan mengulangi ekspansi dan
penjajahan – seperti pernah dilakukan Dinasti Yuan – yang pernah memaksa Ken
Arok dari Kerajaan Kediri agar takluk kepada Tiongkok. Cheng Ho ingin
membangun kemitraan dan kerjasama dengan negara lain, dengan tetap
menghormati kedaulatan negara itu.


[image: Lampung Cheng Ho 056]Di luar missi resmi yang diemban atas perintah
Kaisar, Cheng Ho dan nakhoda kapal induknya Wang Ching Hong – yang makamnya
ada di Semarang dan dikenal dengan sebutan Panembahan Dompu Awang atau Kiyai
Jurumudi – membawa misi pribadi mereka untuk menyebarkan agama Islam. Raja
Parameswara dari Melaka adalah raja Melaka pertama yang memeluk agama Islam
atas ajakan Laksamana Cheng Ho. Sejak itu Parameswara mengganti namanya
menjadi Sultan Iskandar Syah dan mengubah Melaka dari kerajaan Hindu menjadi
kesultanan Islam. Wang Ching Hong setelah pelayaran ketujuh memutuskan untuk
tinggal di Semarang dan pensiun sebagai nakhoda. Wang Ching Hong yang hafal
Qur’an dan pandai berbahasa Arab dan Persia, bergabung dengan Sunan Bonang
menyebarkan agama Islam di Jawa Tengah, sampai ia wafat dan dimakamkan di
tempat yang kemudian berdiri Kelenteng Sam Po Kong di kota Semarang.


Kisah Laksamana Cheng Ho sangatlah panjang. Bukan saja kisah misi muhibah
perdamaian yang dijalankannya, tetapi juga kisah intrik politik di
Kekaisaran Ming sendiri. Khususnya intrik yang dilakukan Menteri Keuangan
Liu Taxia dan Jendral Ma Kwee yang terus-menerus menentang misi pelayaran
Cheng Ho. Dalam film serial ini juga dikisahkan beban psikologis yang berat
yang dialami Cheng Ho sebagai seorang kasim yang dikebiri. Dia pernah
menaruh hati dengan seorang gadis Muslimah bernama Sin Hwa, namun apa daya
dia telah menjadi kasim. Namun walaun menderita secara psikologis, dia tetap
bersyukur kepada Allah, karena semua itu mengandung hikmah bagi dirinya.
Pada episode ke 24 dari film ini – yang selurunya ada 30 episode –
dikisahkan dialog antara Cheng Ho dengan Kaisar Yong Le mengenai kebijakan
setiap dinasti untuk mengebiri setiap petugas istana itu. Kaisar nampak
bingung mengenai tradisi yang telah berlangsung selama 2500 tahun itu dan
menunjukkan empati yang dalam atas mereka yang dikebiri. Kaisar menyadari
bahwa hal itu bertentangan dengan fitrah manusia, sebagaimana dijelaskan
Cheng Ho dengan mengutip ayat-ayat al-Qur’an.


[image: IMG_0001]Film serial ini berakhir dengan wafatnya Laksamana Cheng Ho
sekembalinya dari menunaikan ibadah umroh di kota suci Mekkah. Cheng Ho
wafat di Lautan Hindia di selatan Pulau Sri Lanka pada tahun 1432. Sebelum
wafat dia berpesan, agar kalau dia mati, jenazahnya harus ditenggelamkan ke
dasar laut sebelum matahari terbenam. Karena sakit Cheng Ho akhirnya wafat
dengan tasbih yang jatuh dari tangannya dengan mengucapkan kata *La Ilaha
illallah*. Semua orang menangisi kepergiannya. Hidupnya bagai sebuah
legenda. Namun menurut sejarawan China, tak ada anak buah Cheng Ho yang
berani membenamkan jenazahnya ke dasar laut seperti permintaannya.
Jenazahnya dibawa pulang ke Nanjing dan dia dimakamkan di depan sebuah
mesjid dengan sebuah upacara kebesaran militer yang dihadiri oleh Kaisar
Ming yang baru yang menggantikan Kaisar Yong Le.
KLIK DI BAWAH INI lihat gambar masjid di surabaya peningggalan JENDRAL MUHAMMAD CHENG HO http://www.yazid.kandangbuaya.com/muhammad-cheng-hoo/
 —

Tidak ada komentar:

Posting Komentar