Senin, 26 September 2011
Batas Kejelekan Dan Kebaikan
“Tidak ada batas akhir keburukan itu, jikalau Allah mengembalikan kamu pada dirimu sendiri. Tidak juga akan habis-habisnya kebaikan itu, jikalau Allah menampakkan kemurahanNya, kepadamu.”
Siapa yang dikembalikan oleh Allah kepada dirinya sendiri, maka ia kembali kepada pribadi dan usahanya sendiri, ia dikembalikan kepada kekuasaan nafsunya sendiri. Kejelekan itu tidak habis-habisnya apabila seseorang sudah dikuasai oleh kehendak nafsu dirinya. Hawa nafsu selalu mengajak kepada kejelekan, dan semakin leluasa seorang hamba membiarkan dirinya tergoda oleh hawa nafsu, semakin jauh ia dari Allah, dan semakin bertambah-tambah pula kejelekan yang diperbuatnya, bahakan akan menjadi beraneka ragam kejelekan.
Demikian juga apabila Allah SWT. menampakkan rahmat dan keutamaanNya untuk hamba-hamabaNya, maka Allah akan menampakkan kebaikan itu, dan membiarkan dan menuntut sihamba kepada jalan kebaikan selamanya. Kebaikan itu tidak ada batasnya, dan tidak da habis-habisnya, serta terus-menerus bertambah, semakin banyak dan menjadi beraneka ragam kebaikan dan keutamaan. Hamba Allah yang telah mendapat karunia rahmat dari Allah SWT. akan terbuka baginya terus menerus berbagai pintu kebaikan di dunia dan akhirat.
Perlu kiranya seorang hamba berhati-hati apabila ia telah mulai mendekati kejelekan dan kemaksiatan. Hendaklah ia cepat-cepat sadar. Jangan samappai ia larut dalam kemaksiatan, apabila ia mengandalkan kemampuannya sendiri, ia merasa mampu mengatasi hawa nafsu sendiri. Cara ini tidak akan menyelesaikan kejelekannya. Hamba yang sadar adalah hamba yang selain menekan hawa nafsunya, maka ia terus-menerus memohon bantuan dan pertolongan dari Allah SWT. dan menyerahkan diri dan urusannya kepada Allah yang Maha Mengatur dan Maha Adil. Seperti doa Nabi Muhammad SAW. “Allaahumma aslihli sya’ni kulluhu, wa la takilni ila nafsi tarfata ainin (Ya Allah, perbaikilah semua urusanku, janganlah Engkau serahkan urusanku ini kepaa diriku sendiri, walaupun hanya sekejap).
Sifat yang patut dimiliki oleh hamba yang beriman, tidak lain menempatkan dirinya sebagai hamba yang lemah dihadapan Allah SWT. Serta terus menerus berharap kebaikan dari Allah agar ia tidak tergelincir kepada perbuatan maksiat, sengaja ataupun tidak sengaja. Oleh karena itu, seorang hamba hemdaklah mengembalikan seluruh persoalan hidupnya kepada Allah SWT.
Apabila manusia mau mengetahui kelemahan dirinya, dan mau mengetahui pula keterbatasannya, maka ia akan terhindar dari perbuatan maksiat, karena dengan makrifat yang dimilikinya ia memahami bahwa apa saja yang ia lakukan adalah kehendak Allah jua. Ia harus mampu berusaha dengan memohon bantuan dari Allah, karena kelemahan dirinya sebagai manusia membuat ia semakin dekat kepada Allah, karena Allah sajalah yang Maha Kuat dan Maha Perkasa. Pada dasarnya kelemahan itu dapat mengantarkan manusia sadar dan berusaha mendekati Allah, atau membiarkan dirinya terombang ambing dalam ketidak mampuannya sendiri.
*Mutu Manikan Dari Kitab Al-Hikam*
Syaikh Ahmad Atailah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar