Kamis, 22 September 2011

EMPAT NASIB MANUSIA.


Dilihat dari segi nasib, bahagia
atau sengsara saat di dunia
dan di akhirat, manusia akan
mengalami salah satu dari
empat nasib; bahagia di dunia-
bahagia di akhirat, sengsara di dunia-bahagia di akhirat,
bahagia di dunia-sengsara di
akhirat dan sengsara di dunia-
sengsara pula di akhirat. Sebelum keempat nasib ini
dirinci, perlu dicatat
bahwa“bahagia di dunia”
yang dimaksud bukanlah
kebahagiaan hakiki berupa
kebahagiaan dan ketenangan ruhani karena berada di
bawah naungan ridha ilahi.
Tapi yang dimaksud adalah
kebahagiaan yang oleh
kebanyakan orang
dipersepsikan sebagai kebahagiaan; harta melimpah,
hidup nan serba mudah dan
musibah yang seakan-akan
enggan untuk singgah. Nah sekarang mari kita rinci
satu persatu. Bahagia di dunia-bahagia
di akhirat Nasib yang paling diidamkan
semua orang. Semboyan
“kecil dimanja, muda foya-
foya, tua kaya raya mati
masuk surga” menjadi puncak
khayalan yang diinginkan manusia. Tapi benarkah ada
orang yang di dunia kaya dan
saat di akhirat beruntung
mendapat Jannah-Nya? Tentu
saja ada. Itulah orang yang
mendapat fadhlullah, anugerah istimewa dari Allah. Dalam sebuah hadits yang
cukup panjang, diriwayatkan
oleh Imam Muslim disebutkan
bahwa suatu ketika para
shahabat yang ekonominya
lemah mengadu pada Nabi tentang rasa iri mereka
terhadap shahabat lain yang
kaya. Yang kaya bisa infak
banyak tapi juga melakukan
ibadah yang sama dengan
yang mereka lakukan saban hari. Lalu Nabi mengajarkan
dzikir-dzikir yang dapat
mengimbangi pahala infak.
Tapi ternyata shahabat yang
kaya juga mendengar dzikir
ini lalu mengamalkannya. Saat dikomplain, Nabi SAW
menjawab, “ Itulah anugerah
Allah yang akan diberikan
kepada siapapun yang
dikehendaki.” Itulah anugerah Allah. Allah
membagi rezeki sesuai
kehendak-Nya. Ada yang
sedikit ada yang banyak.
Sebagian orang ada yang
dikarunia rezeki melimpah, hidupnya pun serba mudah.
Namun begitu, ternyata
semua itu tidak
memalingkannya dari cahaya
hidayah. Harta yang
dikaruniakan gunakan untuk membangun rel yang
memuluskan jalan mereka
menuju jannah. Rel-rel yang
dibangun adalah besi-besi
berkualitas dari infak fi
sabilillah, sedekah kepada fakir miskin dan yatim dan
berbagai proyek amal jariyah.
Lebih daripada itu, harta itu
juga digunakan untuk
membeli berbagai fasilitas
yang dapat membantu meraup ilmu mulai dari buku
hingga biaya untuk belajar
kepada para guru. Kesehatan
dan kemudahan hidup
digunakan untuk
meningkatkan kualitas ibadah dan pengabdian kepada Allah. Dengan semua ini, insyaallah,
kebahagiaan yang lebih abadi
di akhirat telah menanti. Kalau
sudah begini, manusia
semacam ini memang sulit
ditandingi. Itulah karunia Allah yang diberikan kepada
siapapun yang dikehendaki. Sengsara di dunia-bahagia
di akhirat Ini nasib kebanyakan orang-
orang beriman. Kehidupan di
dunia bagi mereka seringnya
menjadi camp pelatihan untuk
menempa iman. Kesulitan
hidup berupa sempitnya kran rezeki memicu munculnya
ujian-ujian kehidupan seperti
tak terpenuhinya kebutuhan
logistik, pendidikan, sandang
dan papan. Atau kesulitan
hidup berupa kekurangan dalam hal fisik; buta, bisu,
buntung, lumpuh dan
sebagainya.Dera dan cobaan
yang kerapkali menguras
airmata dan menggoreskan
kesedihan dalam jiwa. Namun begitu, iman mereka
menuntun agar bersabar
menghadapi semua dan tetap
berada di jalan-Nya. Dan pada
akhirnya, selain iman yang
meningkat, semua kesengsaraan itu akan diganti
dengan kebahagiaan yang
berlipat. Rasa sakit, sedih dan
ketidaknyamanan hati
seorang mukmin akan
menjadi penebus dosa dan atau meningkatkan derajat.
Sedang di akhirat, hilangnya
dosa berarti hilangnya
halangan menuju
kebahagiaandi dalam jannah
dengan keindahannya yang memikat. Dan tingginya
derajat keimanan adalah
jaminan bagi seseorang untuk
mendapatkan kemuliaan di
akhirat. Allah berfirman: “Dan sungguh akan Kami
berikan cobaan kepadam,
dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar, (yaitu) orang-orang
yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan:”Innaa
lillahi wa innaa ilaihi
raaji’uun”.Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan
yang sempurna dan rahmat
dari Rabbnya, dan mereka
itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk”. (QS. Al
Baqarah:155-157) Bahagia di dunia-sengsara
di akhirat Kalau yang ini adalah
gambaran rata-rata kehidupan
orang-orang kafir dan
manusia durhaka. Sebagian
mereka bergelimang harta,
hidup mewah dan dihujani kenikmatan-kenikmatan
melimpah. Bukan lain karena
mereka bebas mencari harta,
tanpa peduli mana halal mana
haram.Sebagian yang lain
barangkali tidak mendapatkan yang semisal.
Tapi mereka mendapatkan
kebebasan dalam hidup
karena merasa tidak terikat
dengan aturan apapun.
Aturan yang mereka patuhi hanya satu “boleh asal mau
atau tidak malu”. Merekalah yang menjadikan
dunia sebagai surga dan
berharap atau bahkan yakin
bahwa yang Mahakuasa akan
memaklumi kedurhakaan dan
kelalaian mereka dari perintah-Nya, lalu
memasukkan mereka ke
jannah-Nya. Padahal sejak di
dunia mereka telah
diperingatkan: “Kami biarkan mereka
bersenang-senang sebentar,
kemudian Kami paksa mereka
(masuk) ke dalam siksa yang
keras.” (QS. 31:24) Sengsara di dunia sengsara
di akhirat. Inilah orang paling celaka
dalam sejarah kehidupan
manusia, dunia akhirat. Di
dunia hidup miskin, susah
payah mencari sesuap nasi dan
hutang menumpuk karena usaha selalu tekor hingga
hidup pun tak nyaman karena
diburu-buru debt
kolektor.Atau hidup dalam
keterbatasan karena cacat di
badan dan masih ditambah ekonomi yang pas-pasan. Dan
dengan semua itu, mereka
tidak memiliki harapan untuk
hidup bahagia di akhirat
meski hanya seujung jari,
karena iman sama sekali tidak tumbuh dalam hati. Di
penghujung hidup mereka
mati dalam kondisi kafir,
menolak beriman kepada
Rabbul Izzati. Dan di akhirat, neraka yang
menyala-nyala telah menanti.
Karena ketiadaan iman,
mereka tidak akan
mendapatkan belas kasihan.
Hukuman akan tetap dijalankan karena di dunia
mereka telah diperingatkan.
Na’udzu billah, semoga kita
terhindar dari keburukan ini. Padahal yang didunia sempat
merasakan kesenangan saja,
apabila dicelupkan ke dalam
neraka, akan musnah semua
rasa yang pernah dicecapnya.
Lantas bagaimana dengan yang sengsara di dunia dan
berakhir dengan siksa di
neraka?“Bekerja keras lagi
kepayahan, -sedang di
akhirat- memasuki api yang
sangat panas (QS. Al
Ghasiyah:3-4) Kita masih bisa memilih Dari keempat kondisi di atas,
sebisanya kita tempatkan diri
kita pada yang pertama.
Caranya dengan sungguh-
sungguh bekerja agar
kehidupan dunia sukses dan mulia. Bersamaan dengan itu,
kesuksesan itu kita gunakan
untuk membeli kebahagiaan
yang jauh lebih kekal di
akhirat. Jika tidak bisa, pilihan
kita hanya tinggal kondisi kedua karena yang ketiga
hakikatnya sama-sama celaka
dengan yang dibawahnya.
Meskipun hidup di dunia kita
harus berkawan dengan
sengsara, tapi dengan iman di dada kita masih layak
tersenyum karena harapan itu
masih ada. Harapan agar
dimasukkan ke dalam jannah
yang serba mewah, atas ijin
dan ridha dari Allah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Pemurah.Wallahua’lam
bishawab, wa astaghfirullaha
‘ala kulli khati`ah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar