Minggu, 02 Oktober 2011

PERANG SALIB | SKETSA SEJARAH BAGIAN 1




PERANG SALIB /THE CRUSADES | SEBUAH SKETSA SEJARAH BAGIAN 1
Perang Salib (Crusades) tidak lahir secara spontan; perang ini juga tidak pecah karena ada satu kejadian penting. Sesungguhnya perang ini lahir dari perpaduan berbagai faktor yang menciptakan situasi politik, sosial, agama dan ekonomi yang pada gilirannya melahirkan “semangat perang suci” yang menyebar ke seluruh Eropa. Perang ini tidak berlangsung tanpa jeda selama 2 abad, tetapi ia mengalami masa-masa tenang, dan pecah lagi karena ada muncul respon-respon terhadap kejadian-kejadian di Timur Tengah.
Pertama-tama, mari kita lihat situasi. Pergolakan di Timur Tengah berlangsung dinamis selama 1000 sebelum perang salib pecah. Yerusalem, yang merupakan pusat kota suci kuno kaum Yahudi, pernah jatuh ke tangan kekuasaan pagan (penyembah banyak dewa), yakni Kekaisaran Romawi. Lalu Yerusalem menjadi pusat kota suci Kristen setelah Kaisar Romawi, Konstantin, menganut agama Kristen. Sesudah Kekaisaran Romawi terbelah pada abad ke-5 Masehi, kota Yerusalem berada di bawah kekuasaan Gereja Kristen Ortodoks Timur dan Kekaisaran Byzantium. Lalu Yerusalem jatuh ke tangan umat Muslim pada abad ke-7 Masehi. Lalu Yerusalem jatuh ditangan dinasti Muslim dari Mesir.
Lalu terjadi lagi pergeseran dengan bangkitnya dinasti Seljuk di Turki (kaum Turk) pada abad 11 Masehi. Mereka pada awalnya adalah orang-orang nomaden yang menguasai kawasan Asia Tengah. Pada akhir abad ke-10 mereka masuk Islam dan menjadi bagian dari kekuasaan Muslim. Salah satu klan (suku) Turk ini adalah Bani Seljuk, suku yang besar dan kuat. Kaum Seljuk sulit dikuendalikan, dan mereka mulai bergerak menguasai Timur Tengah. Pada tahun 1055, Baghdad (kota penting di kawasanPersia saat itu) jatuh ke tangan mereka. Lalu mereka merangsek dan menguasai Syria dan seluruh kawasan Persia. Seljuk  bahkan menginvasi Armenia (sekarang adalah wilayah Timur negara Turki dan sebelah utara negara Iran). Pada 1071, bani Seljuk menggulingkan kekuasaan Fatimiyyah di Mesir, yakni dinasti yang saat itu menguasai Yerusalem. Maka Yerusalem kembali berpindah tangan: kali ini di bawah kekuasaan Dinasti Seljuk.
Kaisar Byzantium, Romanus IV Diogenes, melihat ancaman dari Seljuk. Maka ia mengerahkan pasukannya untuk menghadang pasukan Seljuk di kota Manzikert, Armenia, pada 1071. Rupanya pasukan Seljuk adalah pejuang sejati dan tentara yang berpengalaman: meski kalah jumlah, mereka berhasil mengalahkan pasukan Byzantium dan bahkan menangkap sang kaisar.
Ini adalah kejadian penting. Setelah Perang Manzikert itu, pasukan Byzantium tak mampu menahan laju serangan Seljuk. Bani Seljuk terus bergerak ke kawasan Asia Kecil (kawasan semenanjung barat Asia, dibatasi Laut Hitam di utara, Laut Mediterania di selatan, dan Laut Aegean di barat). Kota Antioch (kini bagian dari Turki) dan Edessa (kini menjadi kota Urfa di Turki) jatuh ke tangan Seljuk. Akhirnya kekuasaan Byzantium makin kecil, hanya bertahan di kawasan kota Konstantinopel.
*===*
Orang-orang Eropa merasa cemas dengan perkembangan ini. Alasan utamanya adalah: (1) mereka khawatir bahwa Dinasti Seljuk yang menguasai Yerusalem akan menutup akses kaum Kristen untuk masuk Yerusalem. Pada saat itu bangsa Eropa patuh pada gereja dan percaya bahwa salah satu jalan keselamatan di akhirat adalah dengan  berziarah ke kota suci Yerusalem. Kekhawatiran kaum Kristen sebagian benar. Meski Seljuk tidak menutup akses masuk kaum Kristen, namun peziarah Kristen makin sulit untuk masuk ke kota suci. Mereka harus menghadapi banyak penjahat di sepanjang jalan, dan menghadapi penguasa muslim lokal yang memungut bayaran untuk menjamin keselamatan peziarah. Para peziarah Kristen yang kembali lagi ke Eropa membawa cerita tentang betapa berbahayanya perjalanan ke Yerusalem dan betapa mahalnya ongkos yang mereka keluarkan.
Selain itu, Eropa juga cemas akan nasib Kekaisaran Byzantium. Mereka sadar bahwa jika Konstantinopel jatuh ke tangan Muslim Seljuk, maka seluruh kekaisaran Byzantium akan runtuh. Eropa ingin agar Byzantium tetap berdiri kokoh, sebagai benteng pertahanan pertama dalam menghadapi pengaruh kekuasaan Muslim yang mulai membayangi kerajaan Kristen di Eropa. Pada saat yang sama, Muslim mulai menyerang Italia, Perancis dan Spanyol. Muslim sudah mencengkeramkan kekuasaannya di Spanyol dengan mengangkat kalifah di Kordoba. Jika Byzantium runtuh, Eropa akan menghadapi ancaman yang lebih besar. Bangsa Eropa, yang sebagian besar adalah kerajaan Kristen, tentu tak sudi takluk di bawah kekuasaan Muslim. Lebih jauh, meski Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Katolik Romawi berselisih, bagaimanapun juga Gereja Ortodoks tetaplah kaum Kristen. Pada awal tahun 1074 Paus Gregory VII, pimpinan Gereja Katolik Romawi, ingin mempersatukan kedua Gereja Kristen itu. Ia berencana memimpin pasukan Kristen untuk membantu Byzantium dan memukul mundur Seljuk. Tetapi rencana itu tak pernah direalisasikan. Gregory dan penerusnya memandang kejadian-kejadian di kawasan Timur sebagai cara untuk menyatukan, atau setidaknya, untuk memaksa Gereja Ortodoks tunduk pada Gereja Katolik Romawi.
Pada tahun 1081 Kekaisaran Byzantium bangkit setelah Kaisar Alexius I naik tahta. Ia adalah raja yang tangguh, ahli militer dan negarawan. DI bawah kekuasaannya, Byzantium mampu menahan serangan Seljuk meski ia tak pernah berhasil memukul mundur Seljuk. Karena itu Alexius I merasa perlu menambah pasukan, dan satu-satunya cara adalah memakai tentara bayaran atau meminta bantuan dari Barat. Alexius ingin memakai ksatria perang Perancis untuk memperkuat pasukannya
Maka, Alexius menulis surat kepada bangsawan di Eropa Barat, meminta bantuan. Sebagai politisi yang lihai, Alexius tahu bahwa permintaannya akan diabaikan jika ia hanya mengemukakan alasan ingin mempertahankan kekuasaannya di Byzantium. Maka ia mengemukakan gambaran tentang kaum Kristen di Timur yang ditindas dan perlu dibebaskan dari kekuasaan Muslim. Dia berdalih bahwa tempat suci Kristen di Timur seharusnya tidak berada di dalam kekuasaan Muslim dan Turk. Dia menciptakan kesan bahwa orang Muslim di Timur menghalang-halangi peziarah Kristen masuk ke Yerusalem.
Jelas bahwa gambaran yang dikemukakan Alexius tidak benar, atau dilebih-lebihkan. Pada 1095 Paus Urban II (1042-1099) memimpin konsili gereja di Piacenza, Italia. Pada saat itu datanglah utusan diplomatik dari Byzantium. Mereka membawa misi untuk meminta bantuan dari Eropa. Paus Urban dan para pejabat tinggi gereja rupanya tersentuh oleh permintaan itu. Segera sesudah konsili itu, Paus Urban mulai menyusun rencana untuk membantu kaisar Byzantium. Dan akibat dari pelaksanaan rencana ini adalah pecahnya Perang Salib I, yang menyebabkan Yerusalem jatuh ke tangan Kristen pada 1099.
PERANG SALIB | SKETSA SEJARAH BAGIAN 2
gambar salibis dari google: semangat keagamaan kerap dieksploitasi. bangsa Eropa Kristen abad pertengahan pernah melakukannya. dan hasilnya adalah bencana. dan kini, sebagian umat Islam meniru jejak kaum Eropa abad pertengahan: mengeksploitasi agama, yang menyebabkan kekerasan atas nama agama, seperti perusakan dan pengeboman yang membabibuta. Mari belajar sejarah, agar kesalahan yang sama tak terus terulang
Artikel sebelumnya
Sebelum kita melihat melalui sketsa sejarah perang salib, ada beberapa penjelasan faktor yang memicu bangsa Eropa untuk memantik perang. Pertama adalah faktor “histeria keagamaan.” Kondisi bangsa Eropa pada waktu itu masih terbelakang,  banyak warganya yang hidup miskin dan kesulitan.  Janji-janji kepada orang miskin bahwa perang melawan orang “kafir” di kota suci sangat menarik bagi mereka. Mereka sudah hampir kehilangan harapan hidup dan janji sorga tentu sangat menggiurkan.  Maka merekapu n sangat antusias. Berikut contoh dari bagaimana faktor “histeria religius” menyebabkan bangkitnya orang untuk maju perang. Contoh yang akan disebut disini adalah Pasukan Salib Rakyat dan Pasukan Salib Anak.
 =====
Seorang pendeta pengelana, Rahib Peter  memimpin sekumpulan petani dan orang-orang  biasa, yang kebanyakan dari golongan miskin, yang merasa “terpanggil” untuk menyelamatkan  kota suci dan berharap masuk sorga. Mereka kadang-kadang disebut Tentara Salib Rakyat, karena karakter mereka berbeda dengan tentara salib pada umumnya yang dipimpin oleh para bangsawan atau raja. Pasukan Peter merupakan pasukan gelombang pertama dari bangsa Eropa yang tiba di Timur tak lama sesudah Paus Urban berkhotbah tentang perlunya Perang Salib. Peter adalah sosok bertubuh kecil, berpakaian kumuh dan sering berkelana dengan bertelanjang kaki. Wajahnya yang berbentuk oval memanjang dan berkulit gelap, ia mampu merebut simpati banyak orang awam. Setiap ia singgah di suatu tempat, ia mampu menarik ratusan pengikut. Dan disepanjang perjalanannya menuju ke Timur, pengikutnya terus bertambah, seperti bola salju yang terus membesar. Ia berjalan melewati Perancis dan Jerman. Namun para pengikutnya bukan dari kalangan ksatria atau tentara; mereka adalah para petani, penjahat kelas teri, wanita, anak-anak, orang tua, tentara yang terusir dan orang-orang yang berpenyakit. Peter menjanjikan kepada mereka keselamatan abadi. Mereka dijanjikan akan bebas dari kehidupan yang menderita dan sulit dan mendapat berkah dari Tuhan, jika mereka rela bertempur melawan orang “kafir”, yakni orang-orang Muslim, di tanah suci Yerusalem. Saat Peter mencapai Cologne, Jerman, ia sudah diikuti oleh 15.000 tentara.
.Sebenarnya Paus mengumumkan  bahwa Tentara Salib pertama akan diberangkatkan ke Timur Tengah pada Agustus 1096. Namun Peter dan tentaranya tidak sabar;  jadi mereka berangkat dari Jerman pada bulan April. Diperkirakan pasukan Peter saat itu telah mencapai 20 ribu orang – sebagian ahli sejarah bahkan menyebut angka sekitar 300 ribu orang.
Pasukan ini, yang sering kelaparan dan tidak disipilin, menimbulkan keonaran disepanjang jalan yang mereka lalui menuju kota suci. Mereka membuat kerusuhan di Hungaria,  merampok dan menjarah kota Nish (sekarang masuk Bulgaria). Kabar kerusuhan ini sampai ke telinga kaisar Byzantium. Dia mengirim pasukan untuk mencegat mereka, dengan dalih “mengawal” mereka ke Konstantinopel. Tetapi pasukan Byzantium dan pasukan Peter akhirnya bertempur, dan Byzantium diserang oleh pasukan Peter. Akhirnya pasukan Peter kalah dan menyerah, setelah sekitar 10,000 orang tewas dan ribuan lainnya  akhirnya diperbudak oleh Byzantium.
Tetapi sebagian dari mereka masih merangsek. Tentu saja Kaisar Alexius sangat marah saat pasukan orang biasa itu mencapai gerbang benteng Konstantinopel. Mereka terus menimbulkan kerusuhan: menjarah, merampok, dan membakar gedung. Alexius akhirnya menahan mereka di sebuah kamp militer di Jalur Bosphorus di Asia Kecil pada bulan Agustus, sambil meminta mereka menunggu pasukan tentara terlatih dari Eropa.
Namun pasukan Peter ini, yang selalu kelaparan dan ingin cepat masuk sorga, tidak mau menunggu. Pada 21 Oktober 1096, Peter sedang berada di Konstantinopel. Pasukannya berinisiatif sendiri menyerang Seljuk. Mereka meninggalkan wanita dan anak-anak di kamp, dan bergerak menyerbu pasukan Seljuk. Mereka semua tewas di tangan pasukan Turks. Tentara Seljuk kemudian menyerbu kamp militer itu dan meluluhlantakkan semuanya. Ribuan pasukan Peter melarikan diri ke kota Konstantinopel. Namun mereka berhasil dicegat dan dibantai semuanya.  Mayat mereka ditumpuk membentuk bukit. Beberapa bulan kemudian, pasukan Salib dari Eropa menjumpai bukit tengkorak dan tulang-belulang: semuanya adalah tulang dari pasukan Pendeta Peter.
PERANG SALIB | SKETSA SEJARAH BAGIAN 2
gambar salibis dari google: semangat keagamaan kerap dieksploitasi. bangsa Eropa Kristen abad pertengahan pernah melakukannya. dan hasilnya adalah bencana. dan kini, sebagian umat Islam meniru jejak kaum Eropa abad pertengahan: mengeksploitasi agama, yang menyebabkan kekerasan atas nama agama, seperti perusakan dan pengeboman yang membabibuta. Mari belajar sejarah, agar kesalahan yang sama tak terus terulang
Contoh kedua adalahPasukan Salib Anak. Ini contoh yang menyolok tentang bagaimana semangat keagamaan bisa dieksploitasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan tindakan yang sulit diterima akal sehat. Sebelum pecah Perang Salib V (awal abad 13), muncul gerakan pasukan anak-anak Eropa yang bergerak ke kota Yerusalem. Saat itu kaum miskin semakin banyak. Pertambahan penduduk terjadi lebih cepat, dan Eropa tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup penduduknya yang  bertambah cepat. Pengangguran naik tajam. Beban pajak atas kaum miskin semakin berat. Makin banyak orang yang berkelana mencari pekerjaan atau mengemis. Mereka ini menjengkelkan pihak Gereja. Mereka percaya bahwa orang-orang Tuhan adalah orang-orang miskin, bukan pejabat Gereja yang hidup mewah dan berkuasa. Pada saat inilah legenda Pasukan Salib Anak muncul dan berkembang di kalangan penduduk awam. Perasaan putus asa terhadap kehidupan yang semakin sulit menyebabkan mereka melakukan hal yang spektakuler.
Legenda Pasukan Salib Anak adalah seperti ini: Pada Mei 1212, Raja Philip dari Perancis sedang mengadakan sidang di istana. Mendadak muncul anak penggembala, berusia 12 tahun, bernama Stephen. Penggembala ini mengaku membawa surat yang diberikan kepadanya langsung oleh Kristus, dan Kristus memerintahkannya untuk menyerahkan surat itu kepada Raja Perancis. Surat itu menyatakan bahwa Raja Perancis harus mengerahkan pasukan untuk membebaskan Yerusalem. Tetapi Sang Raja mengabaikan surat itu.
Namun anak penggembala itu bertekad untuk membebaskan Yerusalem. Maka ia berkelana ke seluruh Perancis, dan mengajak orang untuk berperang. Dia mendapat banyak pengikut. Sebagian orang menganggapnya sebagai orang suci. Saat ia sampai di Vendome, Perancis, ia sudah diikuti oleh 30,000 orang dari berbagai kalangan. Semua pengikutnya adalah anak-anak: semuanya tak ada yang berusia di atas 12 tahun. Pada bulan Juni 1212, pasukan anak-anak ini bergerak ke Marseilles, Perancis. Saat sampai di Marseilles, mereka bertemu denga pedagang, Hugh dan William. Keduanya setuju membawa pasukan anak itu menyeberang laut menuju Yerusalem. Tetapi saat dilautan, kapal mereka terkena badai. Dua kapal tenggelam, dan lima kapal lainnya berhasil selamat. Namun setelah itu tak terdengar lagi kabar dari pasukan anak-anak tersebut. Delapan belas tahun kemudian, seorang pendeta yang menemani pasukan anak-anak itu menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi. Menurutnya, sesudah badai, kapal mereka tidak ke Yerusalem, tetapi berbelok ke Afrika Utara, ke Aljazair. Kedua pedagang itu menjual anak-anak itu sebagai budak.
Sementara itu, di Jerman dibentuk pasukan anak-anak kedua. Mereka saat itu tidak tahu bagaimana nasib anak-anak di bawah pimpinan Stephen. Pasukan kedua ini dipimpin oleh anak bernama  Nicholas, dan jumlahnya sekitar 20.000 anak. Mereka berjalan melintasi Pegunungan Alps menuju Italia dan Pisa. Banyak yang mati kelaparan dan kedinginan selama perjalanan.  DI Pisa, sebagian anak-anak itu di bawa ke Tanah Suci Yerusalem dengan dua kapal; namun kemudian mereka tak ada kabar beritanya. Nicholas dan sebagian pengikutnya berhasil masuk Roma dan disambut oleh Paus.  Paus meminta mereka untuk bersabar, menunggu dewasa, dan menyuruh mereka pulang ke rumah. Tetapi hanya sedikit yang berhasil pulang ke rumah; sebagian besar anak hilang tak tentu rimbanya. Sementara itu, dikota kelahiran Nicholas, para orang tua yang anaknya ikut pergi bersama Nicholas menjadi marah. Para orang tua itu mendatangi ayah Nicholas, dan menggantungnya di tempat umum.
Demikianlah, contoh dari histeria keagamaan, atau semangat keagamaan, menjadikan orang mencari jalan pintas. Mereka maju perang karena merasa hidup mereka tak berarti: sulit makan, sulit mendapat pekerjaan, dan tersisihkan. Tetapi histeria ini bukan satu-satunya penjelasan dari motif dari munculnya semangat bangsa Eropa untuk maju perang. Motif lainnya lebih berkaitan dengan faktor kekuasaan keagamaan dan pengaruh politik dan ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar